ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan mental dimana anak sulit untuk memusatkan perhatian. Kondisi ini umumnya dapat dideteksi sejak usia anak-anak dan terus bekembang hingga remaja. Ketika memasuki usia pubertas, kondisi ADHD dapat memengaruhi kehidupan dan perkembangan anak.
Apa Itu ADHD?
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah masalah kesehatan di mana seseorang akan sulit memusatkan perhatian pada sesuatu. Orang dengan ADHD akan kesulitan untuk:
- Memerhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama
- Mengatur dan menindaklanjuti tugas-tugas kompleks
- Fokus pada suatu hal
- Mengontrol impuls
- Tetap diam dan tenang
Gejala ini dapat mengganggu Anda saat beraktivitas di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan sosial lainnya. Terkadang gejala yang muncul dapat bervariasi antara satu anak dengan anak yang lain. Hal ini yang membuat ADHD pada anak sulit untuk dikenali dan ditangani.
Bagaimana ADHD pada Remaja?
Gejala ADHD yang dapat didiagnosis sejak usia anak-anak tidak dapat menghilang begitu saja ketika anak memasuki usia remaja. Sebuah penelitian mengungkapkan hampir 60% anak yang didiagnosis mengalami ADHD di masa kecilnya dapat terus mengalami ADHD hingga remaja dan dewasa.
Hal ini membuat anak dengan ADHD mengalami sejumlah perubahan atau masalah dalam kehidupan remajanya. Dilansir dari Healthline, beberapa perubahan yang dapat dialami remaja dengan ADHD di antaranya:
1. Perubahan Hiperaktivitas
Pada anak dengan ADHD, gejala ADHD dapat terus berkembang selama remaja. Beberapa gejala ADHD dapat menetap, namun beberapa gejala juga dapat mereda. Salah satu ciri khas ADHD adalah hiperaktif. Anak dengan ADHD dikenal selalu tidak bisa diam dan memiliki banyak energi.
Pada beberapa remaja, hiperaktivitas ketika remaja mungkin akan berkurang seiring dengan bertambahnya kesibukan di sekolah dan luar sekolah. Namun beberapa gejala seperti sulit memusatkan perhatian dan bersikap impulsif dapat bertahan.
2. Nilai Akademik Tidak Stabil
Memasuki sekolah menengah, gaya pembelajaran di sekolah menuntut anak untuk lebih mandiri dan lebih disiplin. Masa sekolah yang lebih panjang, perlunya keaktifan sosial dan hal-hal yang bersifat kemandirian lainnya dapat menjadi tantangan tersendiri bagi anak dengan ADHD.
Hal ini dapat membuat anak ADHD sulit beradaptasi sehingga memiliki prestasi akademik yang tidak stabil.
3. Konflik dalam Hubungan
Usia remaja membuat para remaja rentan mengalami masalah dalam menjalin hubungan sosial. Hal ini juga dirasakan pada anak dengan ADHD. Anak dengan ADHD terkadang lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, termasuk di antaranya teman sebaya, guru dan orang tua.
Dari sisi lain, orang tua dengan anak ADHD kemungkinan lebih protektif pada anak sehingga secara tidak langsung membatasi pergaulan dan memengaruhi kemampuan anak bersosialisasi.
Untuk mengatasinya, anak dapat mencoba mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan aktivitas positif lainnya agar membantu kemampuan sosialisasi anak.
4. Perubahan Suasana Hati dan Kepercayaan Diri
Gejala ADHD dapat membuat perubahan suasana hati anak menjadi lebih ekstrem. Beberapa anak dengan ADHD menjadi lebih mudah tersinggung selama masa remaja. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari perubahan hormon anak maupun faktor lingkungan.
Bagi orang tua, sebaiknya menghindari gaya pengasuhan otoriter dan egaliter karena dapat membuat anak semakin terkekang. Sebuah penelitian menunjukkan remaja dengan ADHD yang mengalami stres dan marah akibat tekanan dalam keluarga rentan terjerumus dalam penggunaan narkoba.
Anak dengan ADHD dapat menunjukkan perubahan gejala ketika menginjak remaja. Bila anak telah didiagnosis sejak remaja, sebaiknya orang tua tetap berkonsultasi dengan dokter untuk memantau kondisi ADHD pada anak. Bila diperlukan, dokter dapat meresepkan obat-obatan atau terapi bicara dan perilaku yang sesuai dengan kondisi anak.
Mau tahu informasi seputar penyakit lainnya? Cek di sini, ya!
- dr Nadia Opmalina